
Tual. Evav-Terkini.com
Menjadi tantangan yang sangat besar pada Gubernur Terpilih Hendrik Lewerissa bersama Wakil Gubernurnya Abdullah Vanath pasca pelantikan 20 Februari 2025 mendatang.
Mengapa demikian? Maluku yang terdiri dari 11 Kabupaten/Kota dari masa ke masa masih saja terjadi permasalahan kemiskinan, kemiskinan yang terjadi bukan saja pada sektor pembangunan secara fisik, bisa di lihat secara terukur dan tersistem pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Kemiskinan pada sektor Infrastruktur, Pendidikan, Ekonomi dan sebagainya yang masih menjadi kendala.
Ada sekian banyak masyarakat Maluku yang mengeluh dengan kehidupan di tanah Maluku yang belum maksimal dalam pengentasan, faktanya: beberapa dari orang Maluku mereka memilih hijrah (pindah) bekerja di tanah orang lain, sebut saja (Maluku Utara/Weda) sekian ribu anak Maluku baik perempuan/laki-laki yang meninggalkan Maluku, ini adalah problem (masalah) pemerintah setempat baik yang berada di daerah kabupaten/kota bahkan dalam tingkatan Provinsi, membuktikan bahwa Pemerintah Provinsi Maluku sebagai Representasi dari Pemerintah pusat belum maksimal dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
Hal demikian bisa saja melonjak naik apabila tidak menjadi perhatian yang lebih dari pemerintah kepada masyarakatnya, belum lagi pada orang Maluku yang berada di daerah-daerah lain dengan maksud dan tujuan mencari lapangan pekerjaan disana! Pengangguran, yang mengakibatkan tingkat Kriminalitas terjadi di mana-mana! Sepanjang tahun 2023, kejahatan konvensional masih sedikit mengalami peningkatan sebesar 8,9 persen, dimana tahun 2022 terjadi sebanyak 3.070 kasus, dan tahun 2023 naik menjadi 3.443 kasus, dan mayoritas dari kalangan anak muda, ini adalah dampak dari ketidakmampuan pemerintah dalam melihat suasana yang terjadi di lingkungan atau tiap-tiap daerah di Maluku.
Salah satu rencana strategis dari pemerintah pusat adalah memaksimalkan Bonus Demografi kita, demi terciptanya Indonesia emas pada 2045, yang akan di mulai pada awal 2030’an. Apabila terus seperti ini negara gagal dalam menerapkan arus tersebut untuk mencapai kesana, semua dimulai dari daerah-daerah kata lainnya adalah secara horizontal ke vertikal. Barulah terbentuk kondusifitas dalam jalannya pemerintahan, secara vertikal anggaran yang di beri pusat ke daerah-daerah itu tetap ada, tergantung daerah nya sendiri mau memaksimalkan atau tidak? Jangan sampai jadi pemerintahan yang menunggu datangnya barang barulah jalan, ini repot dalam memaksimalkan keadaan.
Kalo kita kembali pada tahun 2022, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) September itu jumlah penduduk miskin di Maluku sebanyak 296.660 jiwa. Jumlah ini naik 6.090 jiwa dibandingkan Maret 2022. Berbeda lagi pada akhir Maret 2023, jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku adalah 301.610 jiwa (sebagai yang tertinggi). Hingga pada tahun terakhir dalam penghitungan jumlah penduduk miskin di Maluku pada September 2024 adalah 293,99 ribu jiwa, jumlah ini turun 3,7 ribu jiwa dibandingkan Maret 2024. Artinya adalah, dari tahun ke tahun perubahan itu ada. Tetapi, apakah terlihat signifikan ke arah positif? Kami rasa tidak! Bukan persoalan perlahan, memenuhi tahapan-tahapan dengan kata lain ‘pelan-pelan’ jalannya, bukan persoalan S.O.P yang di kerjakan di kantor-kantor, akan tetapi masyarakat butuh makan, butuh kebutuhan yang layak, dan beberapa lainnya yang menjadi kebutuhan Primer mereka.
Untuk menunggu beberapa lama bahkan 5 tahun kedepan lagi dengan mata pencaharian mereka hanya itu-itu saja tidak turun maupun naik disitu-situ saja itu pun soal, ini adalah Stagnasi. Sehingga perlu ada penerapan yang efisien dari pemerintahan baru, mampu menjawab semua keluh-kesah masyarakat Maluku untuk hidup dan tidak mencari pada daerah lain, apalagi hingga mengangkat nama daerah lain atas nama orang Maluku.
Report: Buyung**